Kamis, 22 Mei 2008

Sabar Menerima Ujian, Menangani Musibah Gempa di Mentawai September 2007.

SABAR MENERIMA UJIAN DARI ALLAH SWT

Oleh:H.Mas'oed Abidin.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memberikan tuntunan di dalam Al Quranul Karim, yang artinya : "Dan sesungguhnya Kami akan mengujimu dengan sesuatu cobaan, seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan. Namun gembirakanlah orang orang yang shabar. Yaitu orang orang yang bila di timpa malapetaka (musibah) diucapkannya "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un". Merekalah orang orang yang mendapat berkat dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka pulalah orang orang yang mendapat petunjuk" (QS.2,Al Baqarah,ayat 155 157).

Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menetapkan satu ketentuan yang amat pasti di dalam kehidupan manusia yakni keyakinan akan adanya musibah di samping nikmat, siang sesudah malam, juga rugi di samping laba, sakit dan senang, bahkan hidup dan mati, adalah satu sunnatullah yang pasti dilalui secara bergantian, oleh setiap makhlu hidup.




Rasulullah SAW senantiasa mengingatkan supaya manusia selalu menjaga kesehatan sebelum sakit datang, supaya senantiasa berhati hati sewaktu kaya karena miskin bias datang mendera, supaya selalu pula berhati hati di kala hidup masih ditempuh sebelum mati datang menjelang, dan juga agar selalu berhati hati di masa muda sebelum tua datang menghadang.

Begitulah bimbingan Agama Islam, yang pada hakekatnya menanamkan satu sikap hidup yang positif, yaitu "kehati hatian", atau dalam istilah di Minangkabau ingek-ingek sabalun kanai, kulimek sabalun abih, ingek-ingek nan ka pai, agak-agak din an ka tingga.

Maka, setiap insan Muslim diajarkan hidup di dalam sikap optimistis yang tinggi, selalu menjaga diri, senantiasa berbuat baik selalu, karena sesudah hari ini, aka nada hari esok.
Inilah ajaran agama yang haq.



Musibah adalah ujian.
Di dalam pandangan agama Islam, hidup ini selalu mempunyai padanannya, kembar dan selalu bergandengan.
Di dalam musibah terkandung makna yang dalam artinya.
Di antaranya mengingatkan manusia, bahwa dirinya berada di dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa, sebagai inti dari ajaran tauhid.

Musibah, tidak selamanya bernilai azab.
Adakalanya hanya sebatas ujian belaka.
Di balik ujian, tersedia yang lebih baik dari sebelumnya.
Matematika seperti ini kadang kala tidak terangkat oleh bingkai rasionil semata.


Namun berada di dalam 'wilayah' keyakinan, sebagaimana diingatkan oleh wahyu Allah SWT, 'Asaa an takrahu syai an wa huwa khairun lakum, wa 'asaa an tuhibbu syai an wa huwa syarrun lakum. Wallahu ya'lamu wa antum laa ta'lamun.
Artinya, boleh jadi, engkau membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu (di balik sesuatu yang engkau bendi itu), dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu (mungkin di balik yang disenangi, terdapat sesuatu yang sangat dibenci).
Dan Allah semata yang Maha Tahu, sedang engkau tidak mengetahui (mengenai rahasia di balik semua peristiwa).
Begitulah bimbingan wahyu Al Quran pada Surah Al Baqarah.
(QS. 2 : 216).


Barang-barang sumbangan dan tenda dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) PT. Semen Padang yang di kirim ke Mentawai sebagai bantuan untuk meringankan penderitaan umat muslim di Mentawai yang mendapat cobaan gempa bumi bulan September 2007 yang lalu.



Bantuan itu dibawa oleh Saudara Zulkifli TS, Koordinator Da'i di Sipora Mentawai.


Musibah atau cobaan dalam kehidupan, sebenarnya mengandung ajakan untuk melakukan suatu koreksian (introspeksi).
Bila pada masa sebelumnya terlakukan suatu kelalaian, maka sesudah itu harus tumbuh sikap kesungguhan untuk memperbaiki situasi kearah yang lebih baik. Dan bila pada masa masa sebelumnya yang tersua senyatanya hanya kebaikan, maka ada kewajiban meningkatkan kebaikan itu menjadi lebih sempurna.
Sehingga dengan setiap kali datangnya musibah (ujian) manusia senantiasa meningkat taraf kedudukannya kepada suatu tingkat yang lebih tinggi.
Cobaan-cobaan tidak semestinya menjadikan manusia berputus asa.
Cobaan tidak semestinya menjadikan manusia hilang kepercayaan diri.
Kepercayaan diri akan lenyap di kala manusia melupakan Tuhan dan membelakangi ajaran agamanya.

Sayangi umat binaan
Keberhasilan dakwah banyak ditentukan oleh indahnya hubungan sesama di dalam pergaulan sehari hari.
Du'aat (juru dakwah) di lapangan medan dakwah tidak boleh menyendiri, apalagi tidak mau menyayangi masyarakat yang didakwahinya.
Satu keberhasilan du'aat ditentukan oleh kesediaannya menerima dan menghormati jamaah dikelilingnya dalam rangkaian dakwah ila Allah.
Du'at (juru dakwah) adalah pengayom, dan panutan.
Tempat bertanya, dan tempat mengadukan masaalah pelik yang tak mungkin dapat diselesaikan oleh jamaahnya secara sendiri sendiri.
Sikapnya dalam memuliakan jamaahnya, selalu akan dijadikan ukuran akhlak para du'aat.


Seorang juru dakwah semestinya merasa senang menerima seseorang yang memasuki arena dakwahnya.
Dia tidak boleh menolak sesiapa yang mengharapkan bantuannya.
Dia harus selalu tanggap dengan kesulitan orang lain.
Seorang du'aat semestinya memiliki dorongan kuat untuk berbuat lebih banyak untuk orang lain (jamaah bi¬naannya), dalam batas batas hubungan yang harmonis dan saling menghormati.

Sesuai dengan batas kemampuan yang dimilikinya, sekecil apapun, akan bermakna dalam menumbuhkan semangat dan percaya diri bagi umat yang dibinanya.
Jika tidak mampu memberikan materi, maka senyum dengan penuh perhatian merupakan satu pemberian yang bernilai besar, begitulah gambaran jelas akhlaq al Qurani.



Dermawan.
Al Quranul Karim menceritakan suatu perangai mulia perlu dipunyai juru dakwah untuk menempati posisi pelanjut tugas tugas risalah dinul haq, sebagai dicontohkan oleh Ibrahim AS yang didatangi tujuh pemuda untuk menguji kedermawanannya.
Tujuh pemuda ini sama sekali belum di kenal oleh Ibrahim AS.
Sungguhpun begitu, ia menerimanya dengan senanghati tanpa kecurigaan, yang diperlihat¬kan pada sikap yang tulus dalam memuliakan tamunya. Ibrahim AS. memiliki kebiasaan setiap tamunya yang datang tidak akan dilepas sebelum mereka disuguhi hidangan menurut kemampuannya, sebagai penghormatan dari "tuan rumah".

Pemuda pemuda yang senyatanya bukan tamu sembarangan ini menolak jamuan tuan rumahnya dengan halus, karena sesungguhnya mereka bukanlah manusia biasa yang memerlukan makan dan minum.
Mereka adalah tujuh malaikat terhor¬mat yang sengaja diutus Allah menguji kedermawanan Ibrahim seba¬gai juru dakwah dijalan Allah.
Rangkaian kisah indah ini diu¬langkan berbentuk wahyu kepada Nabi Muhamad SAW dalam Al Quranul Majid, sehingga menjadi salah satu bentuk dari "Akhlaq al Qur'a¬ni".


Dahulukan kepentingan umat
Berbuat baik sesama kerabat, merupakan perangai yang teramat mulia.
Kehormatan seorang du'aat akan diuji dalam sikap ini.
Perhatian terhadap kaum kerabat (umat banyak), amat tinggi ni¬lainya.
Mementingkan urusan pribadi bukan sikap terpuji seorang du'at.




Bila manusia banyak telah terpuruk mengurus diri sendiri dan tidak peduli dengan keperluan orang lain (lingkungannya), tunggulah bencana akan datang timpa bertimpa. Medan dakwah akan jadi sempit.
Melupakan kepentingan orang banyak sangat dicela dan dinilai aniaya (dhalim) dalam ajaran Islam.
"Dzurriyat" atau generasi yang akan menyandang darjah pimpinan dan panutan tidak pernah seseorang yang bersikap dhalim (aniaya).


Ibadah sesungguhnya berperan menghapuskan kezaliman dalam diri seseorang.
Ibadah akan menumbuhkan sikap senang melaksanakan perintah Allah dan membuahkan perangai "menyayangi orang lain sebagai mengasihi diri sendiri".
Nabi Muhammad SAW mengingatkan tugas risalahnaya supaya berperilaku panutan dengan akhlaq Al Qur'ani.
"innama bu'ist tu li utammi makarimul akhlaaq" artinya, "aku diutus menyempurnakan akhlak yang mulia".

Allah mencontohkan dalam Firman Nya;
"Sungguh Ibrahim adalah seorang Imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif (maksudnya: seorang yang selalu berpegang kepada kebe¬naran dan tak pernah meninggalkannya). Dan sekali kali bukanlah dia termasuk orang orang yang mempersekutukan (Tuhan).(Dia terma¬suk) yang mensyukuri nikmat nikmat Allah. Allah telah memilih dan menunjukinya kepada jalan yang lurus"(QS.16,An Nahl,ayat 120 121).

Di antara perangai mulia (millah) Nabi Ibrahim AS, yaitu patuh, jujur, pandai berterima kasih, berkasih sayang sesama keluarga dan masyarakat , pandai memilih tindakan yang tidak merugikan orang lain, dan senantiasa memimipin ummat ke jalan yang benar.
Memupuk sikap mulia ini hanya dengan selalu "berpegang teguh kepada Hidayah Agama Allah", dalam menerapkan akhlaq al Qur'ani.

Mudah mudahan kita semua senantiasa berada dalam lindungan Rahmat dan Inayah Nya. Amin.


Jauhi SIKAP TERCELA

Rasulullah SAW selalu menganjurkan kepada setiap penganut Islam untuk menjauhi delapan sikap tercela yang manakala ada bisa menyebabkan tampilnya bencana, baik dalam hubungan seorang ataupun masyarakat dan negara.

Delapan sikap yang mesti di jauhi itu adalah ;
1.Selalu merasa sedih dan kecewa, yang senantiasa menyisakan sikap putus asa dan akibatnya menyerahkan segala sesuatu tanpa berusaha.

2. Perasaan gelisah, seakan selalu dikejar bayang-bayang.

3. Lemah, baik fisik (jasad), perasaan (kalbu) ataupun akal fikiran, yang berujung dengan menjadikan diri siap untuk di tindas orang lain,

4. Malas, sehingga tertutupnya pintu keberhasilan.

5. Sikap pengecut, yang menghambat diri untuk berusaha secara sungguh-sungguh.

6. Bakhil, yang akibatnya bisa tidak menghiraukan keadaan keliling, hapusnya solidaritas, hilangnya kepedulian. Sikap bakhil bisa pula berdampak kepada pengejaran kesenangan (harta) duniawiyah tanpa menghiraukan kepentingan orang lain (individualistis),

7. Selalu dalam cengkeraman hutang, yang berakibat kurangnya ukuran kepantasan dan kepatutan, atau tak seukuran bayang-bayang dengan badan.

8. Berada dalam penindasan orang lain, sebagai konsekwensi logis dari ketujuh sikap tercela sebelumnya.

Bila kita meneliti dan memahami langkah yang telah kita tempuh selama ini, setidaknya dalam waktu tigapuluh dua tahun masa yang telah berlalu, maka sesungguhnya kedelapan sikap tercela ini telah menghimpit bangsa ini melalui penerapan cara-cara amat sistimatik seakan dipaksanakan harus berlaku sejak dari kekuasaan atas hingga lapis terbawah.



Bangsa yang besar ini menjadi sangat kecil tatkala penipuan dalam slogan demi pembangunan dibenarkan penipuan sebagai suatu keharusan, dan penindasan hak-hak masyarakat dianggap sebagai suatu kewajaran.

Nilai-nilai kepatuhan ditampilkan dalam bentuk memutar-balikan perintah menjadi pembenaran tindakan dalam disiplin birokrasi.
Kepatuhan kepada atasan bahkan menduduki posisi tertinggi melebihi ketaatan kepada Allah SWT. Semuanya merupakan sebahagian bukti dari sikap lemah dan putus asa.

Masyarakat bertumbuh menjadi pengecut, harus n’rimo apa adanya, tanpa keinginan untuk membantah, dikerangkeng pada perangai Asal Bapak Senang. Sebetulnya, ABS perlu, bila artinya adalah “Asal Bangsa ini Sejahtera”.

Menjauhi kedelapan perangai ini menjadi suatu kewajiban asasi dalam hidup manusia sebagai “hamba Allah”.
Dapat dilakukan dengan aktifitas amaliah yang terpadu terarah (sustained) secara pasti dengan penerapan disiplin beragama dalam kerangka “iman dan taqwa”. Upaya lainnya juga dengan cara melazimkan do’a (munajat) kepada Allah SWT pada setiap pagi dan petang.

Di antara do’a munajat yang di ajarkan Rasulullah SAW tersebut untuk kita amalkan adalah, ”Allahumma, wahai ALLAH, sungguh aku berlindung kepada MU dari pada rasa sedih atau kecewa (al-hammiy) dan gelisah (al-hazniy). Dan akupun berlindung kepada MU, wahai Allah, dari watak yang penuh dengan kelemahan (al-‘ajziy) serta sifat kemalasan (al-kasali). Dan, aku pun juga memohon kepada Engkau, wahai Allah, perlindungan dari sikap pengecut (al-jubniy) dan bakhil (al-bukhliy). Aku pun berselindung kepada MU, wahai Allah dari cengkeraman hutang (ghalabatid-dayni) dan penindasan orang lain (qahriy ar-rijaal)”. (Do’a ma’tsur dari HR.Bukhari Muslim).

Di tengah bangsa kita mengalami masa ujian sekarang ini (chaos politik, ekonomi, sosial dan budaya), dan dirasakan adanya upaya pemaksaan dari pihak lain, diantaranya upaya menguasai/membeli Indonesia dengan label penyelematan ekonomi nasional, termasuk di dalamnya rencana penjualan BUMN, Gempa bumi dan berbagai bencana alam, kenaikan harga BBM dan semakin parahnya kehidupan rakyat miskin, maka sebaiknya do’a ini kembali dilazimkan membacanya setiap pagi dan sore.

Do’a munajat ini harus pula di iringi usaha sekuat tenaga dan secara bersama-sama menghilangkan sifat-sifat tercela ini dengan memulai dari diri sendiri, untuk mengerjakan apa yang bisa dan bermanfaat untuk orang banyak dengan modal (self-help) di keliling kita.

Modal besar itu, adalah kesepakatan, kerjasama, kesetia kawanan, seia-sekata (ukhuwwah), sumber daya (alam dan manusia) dalam suatu ikatan kebangsaan sebagai Rahmat Allah, serta selalu memohon pertolongan dari Allah SWT. Sebab, yang ada itu sebenarnya sudah teramat cukup untuk memulai. Semoga Allah selalu meredhai.***


JANGAN MENJADI ORANG ANIAYA

Di kala Nabi Ibrahim AS di uji oleh Allah (Subhanahu wata'ala), tentang ketabahan nya, kerelaan berkorban, keteguhan pendirian, sikapnya dalam memuliakan tetamu, berbuat baik sesama kerabat, dan kesiapannya dalam melaksanakan perintah Allah dan melepaskan ketergantungan kepada perintah materi (kebendaan), ternyata ia lulus dari ujian yang berat itu.

Ujian jiwa ini, secara beruntu dia alami, dan sungguh pun berat, dia berhasil melaluinya.

Ketabahannya terbukti, dikala ia dihadapkan kepada pilihan dibakar di dalam sebuah unggun api, Oleh Namrudz (Maharaja Nebucadnear) yang menguasai Mesopotamia. Atau kedudukan yang layak di sisi sang penguasa, manakala ia berkenan menggantikan perannya melaksanakan Dakwah Ilallah kepada Dakwah Ilalmaal (perjuangan mendapatkan harta).

Terbukti, Ibrahim A.S. lebih memilih menegakkan kebenaran dengan serba tipuan. Dia menang, dan imbalannya api unggun yang bergejolak membakar setiap kayu kering yang bersilang, tak mempan menyentuh sehelai rambut Ibrahim A.S sesuai dengan firman Allah, "wahai api, din¬ginlah dan selamatkan tubuh Ibrahim dari gejolakmu yang membakar".

Kerelaannya berkorban, tak tertandingi hingga kini. Anak kesayangannya satu satunya (Ismail, Alahisalaam), rela di korbankan, untuk disembelih untuk memenuhi tuntu¬tutan atau melaksanakan perintah Allah Yang Maha Rahman. Akhirnya pengorbanan diterima, anaknya tidak jadi menemui korban penyembelihan. Tetapi diganti dengan ternak sembi¬lahan yang besar, sebagai jawaban kerelaan yang tulus mengikuti perintah Allah.

Peristiwa ini dinukilkan oleh Allah di dalam firman Nya, "akhir, kerelaan Ibrahim menyahuti panggilan kami, berkorban karena mengharapkan kerelaan Kami, diganti dengan seekor ternak sembelihan yang sempuna besarnya".

Keteguhan pendiriannya, tidak pula diragukan. Ayahnya (Azar), yang selalu berpegang pada tradisi lama (menyembah berhala), diajaknya supaya meninggalkan tradisi itu. Kebiasaan memohon kepada "yang bukan Tuhan" itu, merupakan watak yang tidak pantas dimiliki oleh manusia yang bera¬kal. Padahal, manusia itu sendiri ada, dan ditengah alam ini, justru karena "rahmat" dan "rahim" dari Allah (sang Khalik).

Penghambaan kepada materi, menyebabkan lahirnya sesuatu bencana.
Materi adalah sesuatu rahmat dari Allah.
Karena itu, seharusnya materi itu dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran bagi manusia sekelilingnya.

Benda hanya alat.
Bukan tujuan, apalagi sesuatu sembahan yang berakibat rela diperbudak oleh materi. Mempertahankan materi (benda) tidak sesuai dengan harkat kemanusiaan.
Kesadaran seperti ini (yang amat sesuai dengan fithrah manusia), selalu disampaikan oleh Ibrahim kepada ayahnya (Azar).
Namun selalu ditolak.
Akhirnya, Ibrahim memilih berpisah dari keyakinan "tradisional bapaknya yang salah pilih itu.
Namun itu tetap berkata, sebagaimana diulangkan cerita oleh Allah (Subhanahu Wa Ta'ala) dalam Firman Nya, "Ibrahim berkata kepada ayahnya, Selamt tinggal (wahai ayah, dalam keyakinan tradisional ayah yang tak bisa dirobah lagi, nanti akan selalu memohonkan keampunan (untuk ayah) kepada Tuhan ku karena sesungguhnya Tuhan ku masih sayang kepada ku". (Al Qur'an, S. 18, ayat 47).

Sikapnya dalam memuliakan tetamu, juga menjadikan pujian.
Dia tidak pernah menolak tamu yang diharapkan bantuannya.
Dia selalu tanggap dengan kesulitan orang lain.
Bahkan dia lebih senang berbuat untuk kesenangan orang lain, dalam batas batas hubungan yang harmonis dan saling menghormati.

Berbuat baik sesama kerabat, merupakan perangai yang teramat mulia. Walaupun dia sudah dipuji dengan segala kehormatan, dan diberi gelar darjah "Khalilul lah, serta mendapatkan kehormatan, dan bagai "pimpinan" bagi ummat manusia, dia masih memohonkan kepada Allah, kiranya peng¬hargaan sedemikian tidak hanya diperuntukkan bagi dirinya sendiri.



Ibrahim ('alaihi salam), masih mempersoalkan "bagai¬mana halnya dengan (kaum kerabat) anak keturunanku.
Memperhatikan kaum kerabat, lebih tinggi nilainya, daripada hanya sekedar memperjuangkan kemenangan sendiri, atau hanya bertolak kepada kepentingan pribadi. Jika manusia secara umum telah terperosok kepada hanya untuk kepentin¬gan sendiri sendiri, tanpa mengindahkan kepentingan orang banyak, maka tentulah bencana akan datang tindih bertindih.

Orang yang hanya suka mempertahankan kepentingan individu, tanpa mempertimbangkan orang banyak, tepat diberikan cap sebagai orang aniaya (dhalim) menurut istilah dari Allah (Yang Maha Rahman).

Dia juga sosok ummat yang pandai berterima kasih, serta memelihara ni'mat Allah. Merupakan seseorang yang terpilih tindakannya dan terpuji perangainya dan selalu mendapatkan bimbingan dan selalu pula berusaha memimpin kejalan yang benar dan lurus. Karena itu, dia mendapatkan kehidupan dunianya aman tentram.

Akhirnya, di akhirat, (pada kehidupan yang menjadi tujuan setiap makhluk yang hidup di dunia sekarang ini), dia akan kami tempatkan bersama orang orang shalih yang terpilih.

Kepada Nabi Muhammad SAW diwahyukan supaya mengikuti jejak langkah perangai mulai yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim, yaitu patuh, jujur, pandai berterima kasih, berkasih sayang sesama anggota, keluarga dan masyarakat, pandai pandai memilih tindakan yang tidak sampai merugi¬kan orang lain, selalu berusaha memimipin ummat ke jalan yang benar, dan diatas segalanya "berpegang teguh kepada Hidayah Agama Allah".

Benteng agama yang dianugerahkan untuk setiap manusia di dalam menghadapi musibah adalah sabar, tegar dan tabah mengiringi ikhtiar yang lebih baik dalam kemasan bekerja dan berdo'a.

Kembali kepada Allah dengan mematuhi semua ajaran ajaran Nya, dan menjauhi setiap larangan Nya adalah hakekat sabar yang sebenarnya.
Semoga semua yang ditimpa musibah saat ini, (kematian pemimpin, kekeringan, tiada hujan, kabut dan asap, kecelakaan pesawat, kelaparan, kebakaran, banjir dan musnahnya ikan di karamba), dapat mengambil iktibar yang mendalam dari bentuk cobaan Allah ini, supaya kita bersegera kembali kepada Nya, dan ber istighfar memohon ampun atas segala kesalahan, baik yang di ketahui ataupun yang tidak, dan melazimkan saling memaafkan.

Kembalilah beribadah kepada Allah, hidupkan fikiran dan gerakkan tenaga, cari apa yang di redhai Allah, supaya Allah senantiasa meredhai usaha usaha kita. Sekali kali jangan berputus asa terhadap rahmat dan lindungan ALLAH.

Begitulah hendaknya, Amin.

Peduli

“PEDULI”

oleh : H.MAS'OED ABIDIN


Sejak awal ada anugerah “fithrah” yang bersih (suci dari noda dan dosa) mewujudkan "manusia bermartabat”.
Fithrah manusia akan tetap terjaga manakala mampu melakukan "pengendalian diri", berkemampuan "mengalahkan hawa nafsu" melalui ibadah berat jasmani , dan rohaniyah dalam menahan amarah, memupuk kesabaran, serta mengendalikan keinginan keinginan.



Semua dilaksanakan karena mengharap redha Allah, terjauh dari pujian makhluk kecuali hanya dari Allah sema¬ta.


Setiap insan yang memiliki fithrah adalah pribadi yang kuat, yaitu "pribadi muttaqien".
Yang tegak dan jujur, tabah dan berdisiplin.
Yang tahu "harga diri" dan tahu "berterima kasih".

Memiliki "pribadi yang berwatak".
Yang memiliki hati nurani yang hidup.
Yang "peduli" dengan keadaan "kaum dhu'afa" (kaum lemah) yang jumlahnya lebih besar sebagaimana layaknya alas pada sebuah kerucut.



Memiliki fithrah berarti punya rasa bahagia dalam kalbu berupa "kebahagiaan dalam memberi".


Suka memberi, menyiratkan rasa bahagia pada pemberi dan penerima.
"Memberi dan menerima", sesuai dengan martabat manusia yang harus dihormati keberadaannya ditiap tiap anggota masyarakat.
"Memberi" bukan monopoli kalangan kaya semata.
"Menerima" tidaklah kwalitas baku milik kalangan "bernasib malang".



"Si-pemberi", memikul kewajiban karena ditangannya ada hak orang lain, yang wajib dia tunaikan dan mesti di keluarkan.
"Si-penerima", memiliki kewajiban dengan meneri¬makan haknya dari orang lain. Sebenarnya dia telah menyelamatkan sipemberi dari siksaan, bila sempat menahan hak orang lain.

Sipenerima memiliki kewajiban untuk menerimakan haknya, dan membebaskan sipemberi dari hukuman tersebab lupa mensyukuri nikmat Allah yang ada di tangannya.
Kedua-duanya sama sama "bermartabat" manusia.
Tidak ada tempat bagi "perasaan rendah" yang melumpuhkan "kalangan tak punya".
Tak ada peluang tumbuhnya "perasaan tinggi” atau sombong, yang sering melumpuhkan "kalangan berada".


Kedua kelompok, atas-bawah dan kaya-miskin ini bisa berperan serta mengisi kehidupan duniawi yang indah dan serasi, dengan perwujudan saling mempertinggi makna kehidupan duniawi yang saling menghargai menurut kemampuan masing-masing pula.
Atas dasar hak dan kewajiban yang setara itulah, kita persiapkan amalan besar tanpa riya.

Pekerjaan riya akan menghilangkan "kepedulian sosial", karena yang berpunya bisa gelak ketawa, sementara yang malang hanya berurai mata.


Dalam mengatasi kesenjangan sosial yang terjadi, Rasulullah SAW mewajibkan setiap Muslim "membayarkan zakat, mengeluarkan infaq, shadaqah” mengulurkan tangan dari atas ke bawah, tidak sebaliknya, menyuruh yang dibawah menampung belas kasihan semata.



Aplikasinya adalah, fungsikan lembaga lembaga sosial yang ada, giatkan kepedulian pendistribusian kekayaan secara teratur dengan mengutamakan nilai manfaat serta pendayagunaan Lembaga Baitul Maal, atau Amil Zakat dan Masjid Masjid. Data secara lengkap "kaum dhu'afa" (kalangan lemah) dilingkungan sendiri, termasuk juga Anak Yatim.

Bagikan kepada yang "berhak" dengan amanah secara jujur dan benar.
Bila perlu, ketok pintu "kalangan tak berpunya" itu, antarkan langsung kerumahnya. Dan bersedia pula "mengetok hati" kalangan berpunya (orang berada dan kaya), bahwa sebenarnya ditangan mereka ada hak orang lain, yang wajib dia keluarkan.
Sehingga kesenjangan sosial teratasi.


Wa ila'ilahi turja'ul umuur.

Kamis, 08 Mei 2008

Dalam Pertemuan BAZNAS di JAKARTA



Cabaran Dakwah dan Penghayatan Islam, Pengalaman Umat Islam Serantau

Cabaran Dakwah dan Penghayatan Islam
Pengalaman Umat Islam Serantau


Oleh : H. Mas'oed Abidin

1. Di Abad ini, telah terjadi lonjakan perubahan dengan cara cepat, transparan, dan bumi terasa sempit seakan tak ada sekat (batas). Hubungan komunikasi, informasi, dan transportasi telah menjadikan satu sama lain menjadi dekat.
Kita, masyarakat Serumpun, amatlah bersyukur kepada Allah, atas rahmat yang besar dengan nilai-nilai tamadun budaya Melayu yang terikat kuat dengan penghayatan Islam, dan terbukti pada masa yang panjang dizaman silam menjadi salah satu puncak kebudayaan dunia. Namun, tersebab kelengahan dan terpesona kepada budaya lain diluar kita, dan karena derasnya penetrasi budaya luar (asing), kita pun mengalami situasi seakan membakar obat nyamuk, lapis pertama berangsur punah menuju lingkaran tengah dan dalam. Bila ini dibiarkan, rela ataupun tidak, akhirnya tinggal abu jua.




2. Tuntutan zaman terus bergulir, sebagai bagian dari “Sunnatullah”. Apabila dimasa lampau, saudara Serumpun telah banyak belajar menuntut ilmu ketanah seberang, karena kuat dan samanya ikatan batin, namun dihari ini senyatanya mesti diakui, kami pula harus belajar banyak dari semenanjung. Inilah satu kenyataan sejarah, yang memang sulit untuk di bantah. Tetapi, masih tersedia satu lapangan dimana kita bisa berkejaran bersama, ya’ni di medan dakwah Ilaa Allah. Karena itu, sangatlah dihajatkan benar tampilnya penggerak dakwah dengan berbekal teoritikus yang tajam, dan effektif, qanaah dan istiqamah dibidangnya.
Disamping itu, yang dihajatkan benar dalam pembinaan umat adalah, “opsir lapangan” yang bersedia dan pandai berkecimpung di tengah tengah umat. Selain daripada ilmuan atau sarjana berpengalaman, maka yang paling dihajatkan bukan mata mata yang “mahir membaca berjilid-jilid buku tetapi buta membaca masyarakat”.
Kemahiran membaca “kitab masyarakat” acap kali tidak dapat diperoleh dalam ruang kuliah dan perpustakaan semata.
Karenanya pula, perlu meng-introdusir ketengah masyarakat, dalam upaya membawa umat untuk aktif bersama-sama dalam mengha¬dapi setiap persoalan.
Akhirnya, dengan usaha sedemikian itu, akan dapat dirasakan denyut nadi kehidupan umat, dan lambat laun akan berurat pada hati umat itu. “Makin pagi makin baik....”, Jangan berhenti tangan mendayung, demikianlah diantara pesan Allahyarham Bapak Mohammad Natsir.

3. Tidaklah kecil kerja kita, dalam mengurus rakyat kecil yang nyata-nyata jumlahnya sangat besar berada di akar serabut (grass-root) masyarakat bangsa Serumpun. Kekuatan kita pula terletak didalam kekuatan mereka “innama tunsharuuna wa turzaquuna bi dhu’afaikum”.
Bila kita mengkaji berhitung-hitung bahwa kita bangsa Serumpun yang besar ini, besar pula jumlah penganut Islamnya. Kebanyakannya pula adalah dhu’afak yang larat melarat. Maka tentulah terbuka peluang menghelanya oleh orang lain yang berminat mengubah dan memindah-mindahkan dan menghalaunya kepada keyakinan diluar Islam.
Memang sangat memilukan sekali bahwa rakyat kecil itu pula dimasa derasnya arus globalisasi ini senantiasa dijadikan sasaran empuk. Karena ketiadaan juga rupanya mereka menjadi kafir. Karena ketiadaan pula mereka menjadi umpan dari satu perubahan berbalut westernisasi. Karena ketiadaan ilmu, dan bekalan iman jua agaknya mereka menjadi rapuh, dan terhempas di lamun ombak pemurtadan.
Acap kali mereka tersasar, sesat jalan, hanya karena kurangnya pemahaman terhadap agama. Karena ketiadaan. Itulah penyebabnya.
Arus globalisasi yang bergerak deras itu telah menggeser pula pola hidup masyarakat dibidang ekonomi, perniagaan atau pertanian, perkebunan dan lain sebagainya.
Kehidupan sosial berteras kebersa¬maan bergeser menjadi individualis dan konsumeristis. Masing masing berjuang memelihara kepentingan sendiri-sendiri dan condong kepada melupakan nasib orang (negara negara) lain.
Persaingan bebas tanpa kawalan akan bergerak kepada “yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah akan mati sendiri”, dan yang kuat akan menelan yang lemah di antara mereka".

4. Cabaran dan tantangan di bidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan lemahnya penghayatan agama akan menyangkut setiap aspek kehidupan tak terelakkan.
Paling terasa di berapa medan dakwah dan daerah terpencil (i.e. Mentawai, Lunang Silaut dan Pasaman) adalah gerakan salibiyah dan bahaya pemurtadan.
Ditengah perkotaan berkembang pula cabaran pendangkalan keyakinan dan menipisnya pengamalan agama serta pula bertumbuhnya penyakit masyarakat (tuak, arak, judi, dadah, pergaulan bebas dikalangan kaula muda, narkoba, dan beberapa tindakan kriminal dan anarkis) mengarah kepada dekadensi moral.
Pengendali kemajuan sebenar adalah agama dan budaya umat (umatisasi).
Selain itu semua, akan ditopang oleh budaya dan tamaddun yang dipakai oleh umat jua adanya.
Prediksi kedepan, diharapkan abad keduapuluh satu menjadi abad agama dan budaya.
Ternyata kemajuan teknologi informasi (teknologi maklumat) yang pesat dan tidak diseiringkan dengan kawalan yang ketat telah menyisakan pula bermacam problema. Walau kecenderungan pemahaman bahwa tercerabutnya agama dari diri masyarakat (khususnya dibelahan dunia Barat) tidak banyak pengaruh pada kehidupan pribadi dan masyarakatnya.
Akan tetapi akan lainlah halnya bila tercerabutnya agama dari diri masyarakat Serumpun (Melayu, dan juga Minangkabau) akan berakibat besar kepada perubahan prilaku dan tatanan masyarakatnya. Hal tersebut disebabkan karena “adatnya bersendi syarak, syaraknya bersendi kitabullah” dan “syarak (=agama) mangato (=memerintahkan) maka adat mamakai (=melaksanakan)”.
Peranan dakwah membawa umat, melalui informasi dan aktifiti, kepada keadaan yang lebih baik. Kokoh dengan prinsip, qanaah dan istiqamah. Berkualitas, dengan iman dan hikmah. Ber-‘ilmu dan matang dengan visi dan misi.
Amar makruf nahyun ‘anil munkar dengan teguh dan professional.
Research-oriented dengan berteraskan iman dan bertelekankan tongkat ilmu pengetahuan (knowledge based).
Peran dakwah sedemikian, Insya Allah akan mampu merajut khaira ummah yang niscaya akan diperhitungkan mendunia (global) karena pacak menghadapi kompleksitas abad keduapuluh satu, awal alaf baru.
Masa kedepan amatlah di tentukan oleh umat yang memiliki kekuatan budaya dominan.
Pembentukan generasi penyumbang dalam pemikiran dan pembaharuan (inovator), tidak boleh di abaikan agar tidak terlahir generasi konsumptif (pengguna) yang akan menjadi benalu bagi bangsa dan negara.
Kelemahan mendasar ditemui pada melemahnya jati diri karena kurangnya komitmen kepada nilai-nilai luhur agama yang menjadi anutan bangsa.
Kelemahan ini dipertajam oleh tindakan isolasi diri dan kurang menguasai politik, ekonomi, sosial budaya, lemahnya minat menuntut ilmu, yang menutup peluang untuk berperan serta dalam kesejagatan.

5. Pemantapan tamaddun, agama dan adat budaya didalam tatanan kehidupan menjadi landasan dasar pengkaderan re-generasi, dengan menanamkan kearifan dan keyakinan bahwa apa yang ada sekarang akan menjadi milik generasi mendatang. Konsekwensinya, kita memikul beban kewajiban memelihara dan menjaga warisan kepada generasi pengganti, secara lebih baik dan lebih sempurna.

Agar supaya dapat berlangsung proses timbang terima kepemimpinan secara estafetta alamiah, antara pemimpin yang akan pergi dan yang akan menyambung, dalam suatu proses patah tumbuh hilang berganti.
Kesudahannya yang dapat mencetuskan api adalah batu api juga. Inilah kewajiban setiap kepala keluarga (pemimpin pergerakan) yang selalu teguh dan setia membina jamaah, dan mampu berinteraksi dengan lingkungan secara aktif. Siap melakukan dan menerima perubahan dalam tindakan yang benar. Segala tindakan dan perbuatan akan selalu disaksikan oleh Allah, Rasul dan semua orang beriman.

6. Pandangan yang berlaku bahwa semakin banyak pengetahuan, ilmu dan informasi, akan semakin besar kemampuan pengendalian yang semula ada telah pula menjadi kabur.
Kenyataan tersua, makin banyak informasi, semakin kecil kemungkinan pengendalian. Informasi memerlukan penerjemahan sesuai dengan keperluan dan tatanan masyarakat penggunanya.
Menjaga norma kehidupan masyarakat menjadi kerja utama yang tidak boleh dianggap remeh. Tanpa itu semua kemajuan mustahil terkendali dan tidak lagi menjanjikan rahmat, tetapi sebaliknya petaka.
Kebebasan bisa menjadi ancaman bagi kemajuan itu sendiri. Bila kurang siap, di abad depan bisa menjadi abad penjajahan informasi yang berujung dengan imperialisme kapital. Diawali dengan penjajahan konsep-konsep. Maka mulailah bangsa ini terjajah di negeri sendiri, tanpa perlu hadir sosok tubuh sipenjajah. Alangkah malangnya nasib badan.
Generasi serumpun mesti siap memerankan tanggung jawab sendiri dan bersama, menanamkan kebebasan terarah dengan memelihara dan meningkatkan daya saing, bersikap produktif, agar dapat membuahkan kreativitas beragam yang dinikmati bersama.
Keseriusan dakwah dan pelayan umat, sebisanya sanggup menawarkan alternatif keumatan, dalam menjawab masalah umat dikelilingnya.
Karenanya, perlu supply informasi secara local, nasional, dan regional yang amat berguna dalam menggerakkan umat agar mampu berpartisipasi pada setiap perubahan.
Kitapun sudah mesti berdakwah kepada setiap orang dan rumah tangga dengan kepedulian yang tinggi.
Sudah masanya kita harus mendatangi setiap rumah tangga dan keluarga dalam memberi ingat kembali kepada penghayatan Islam. Akan tetapi, tentulah tidak mungkin kita melawatnya setiap waktu.
Maka upaya yang memungkinkan adalah memanfaatkan fasilitas satelit, dengan fasilitas teknologi maklumat (IT) berkemaskan pesan dan penghayatan agama Islam. Apa yang telah kita saksikan dalam tayangan TV di sejagat hari ini, mestilah kita balas dengan paket program dalam siaran yang banyak, yang berisikan kawalan-kawalan agama dan budaya (tamadun) dalam meng-counter upaya pendangkalan pihak-pihak sekuler.
Bila mungkin kita harus menggerakkan minat menghadirkan TV Islam yang dikemas global dan dengan muatan local untuk seluruh daerah kawasan Islam dunia, dengan bahasa komukasi dan ta’aruf.
Kita mestinya menghadapi arus global dengan cara global tetapi dengan komunikasi local. Bisakah kita sebut dengan paket glocal (global dan local)???

7. Cabaran dakwah dilapangan adalah berhadapan dengan tantangan yang sangat banyak, namun uluran tangan yang didapat hanya sedikit. Mengatasi situasi ini hanya dengan modal kesadaran, dengan memanfaatkan jalinan hubungan yang sudah lama terbina.
Gerakan dakwah akan menjadi lemah bila tidak mampu melahirkan sikap (mental attitude) yang penuh semangat vitalitas, enerjik, dan bernilai manfaat sesama masyarakatnya. Secara Nasional mesti tertanam komitmen fungsional bermutu tinggi. Memiliki kemampuan penyatuan konsep-konsep, alokasi sumber dana, perencanaan kerja secara komprehensif, mendorong terbinanya center of excelences. Pada ujungnya, tentulah tidak dapat ditolak suatu realita objektif bahwa, “Siapa yang paling banyak bisa menyelesaikan persoalan masyarakat, pastilah akan berpeluang banyak untuk mengatur masyarakat itu.”


8. Sungguh suatu kecemasan ada didepan kita, bahwa sebahagian generasi yang bangkit kurang menyadari tempat berpijak. Dalam hubungan ini diperlukan penyatuan gerak langkah.
Memelihara sikap-sikap harmonis dengan menjauhi tindakan eksploitasi hubungan bermasyarakat. Penguatan lembaga kemasyarakatan yang ada (adat, agama, perguruan tinggi), dalam mencapai ujud keberhasilan, mesti disejalankan dengan kelompok umara’ (penguasa) yang adil, agar dapat dirasakan spirit reformasi. Mengembalikan serumpun Melayu keakarnya ya’ni Islam tidak boleh dibiar terlalai. Karena akibatnya akan terlahir bencana. Acap kali kita di abaikan oleh dorongan hendak menghidupkan toleransi padahal tasamuh itu memiliki batas-batas tertentu pula.
Amatlah penting untuk mempersiapkan generasi umat yang mempunyai bekalan mengenali,
(a) keadaan masyarakat binaan, aspek geografi, demografi,
(b) sejarah, latar belakang masyarakat, kondisi sosial, ekonomi,
(c) tamadun, budaya,dan adat-istiadat berbudi bahasa yang baik.
Secara natural alamiah setiap tanah ditumbuhi tanaman khas. Berbeda tanaman menjadi taman sangat indah dalam satu tata pemeliharaan. Memaksa hanya ada satu tanaman yang boleh tumbuh dalam satu taman istana, akan menjadikan taman tidak berseri.
Tujuan akhirnya menghapuskan ketidak seimbangan serius melalui pendidikan dan prinsip-prinsip Islami.


9. Mementingkan kelompok semata akan sama halnya dengan membangun rumah untuk kepentingan rumah. Padahal, masyarakat lingkungan adalah media satu-satunya tempat beroperasinya dakwah sepanjang hidup. Perlulah diingat, bahwa “yang banyak diperhatikan umat adalah yang paling banyak memperhatikan kepentingan umatnya”. Konsekwensinya setiap pemimpin umat harus siap menerima segala cobaan dari Allah.
Dalam pengalaman dilapangan dakwah kemajuan selalu dihalangi kelemahan yang dimiliki. Keterbelakangan adalah penyakit yang melanda setiap orang.
Kurangnya perencanaan akan menghapus semangat kelompok dan padamnya inisiatif. Kewajiban yang teramat krusial adalah, menghidupkan ketahanan umat baik secara nasional maupun regional. Mempertemukan pemikiran dan informasi, konsultasi dan formulasi strategi serta koordinasi di era globalisasi memasuki alaf baru menjadi tugas utama dalam menapak keperubahan cepat dan drastis.
Di alaf baru, setiap hari akan terasa dunia semakin mengecil.
Rusaknya dakwah dalam pengalaman selama ini karena melaksanakan pesan sponsor diluar ketentuan wahyu agama. Kemunduran dakwah selalu dibarengi oleh kelemahan klasik kekurangan dana, tenaga, dan hilangnya kebebasan gerak. Akhirnya, dapatlah dibuktikan bahwa kerjasama lebih baik dari sendiri.
Mengikut sertakan seluruh potensi umat, sangat mendukung gagasan dan gerak dakwah dalam mengawal umat agar jiwanya tidak mati.
Masyarakat yang mati jiwa akan sulit diajak berpartisipasi dan akan kehilangan semangat kolektifitas. Bahaya akan menimpa tatkala jiwa umat mati di tangan pemimpin.
Tugas kitalah menghidupkan umat.
Umat yang berada ditangan pemimpin otoriter dengan meninggalkan prinsip musyawarah sama hal nya dengan menyerahkan mayat ketangan orang yang memandikannya.
Karena itu, hidupkan lembaga dakwah sebagai institusi penting dalam masyarakat.


10. Tugas kita termasuk membuat rencana kerja agar dakwah tidak dikelola secara krisis dan darurat. Dakwah merupakan suatu pekerjaan rutin.
Kesalahan dalam membuat rencana, maka tujuan dakwah menjadi kabur. Salah menempatkan sumber daya yang ada akan berakibat kesalahan prioritas.
Perencanaan matang menjadikan gerakan dakwah berangkat dari hal yang logis (ma’qul, rasionil), selanjutnya sasaran dakwah dapat diterima oleh semua pihak.


11. Dakwah bukan kerja part-time sambilan bagi yang giat dan aktif saja.
Tetapi harus menjadi tugas full-time dari seluruh spesialis ditengah masyarakat, dan semestinya ditunjang oleh sarjana-sarjana spesialis, pedagang spesialis, birokrat spesialis, sehingga dapat disajikan sebagai suatu social action.
Memahami fenomena besar dan menarik dari perkembangan globalisasi akan membuka peluang perkembangan Islam untuk siap menerima kembali peradaban Islam sebagai alternatif untuk mewujudkan keselamatan didunia.
Dakwah kedepan adalah dakwah global, yang tujuannya adalah Islamisasi masyarakat Islam. Lebih umum, adalah membangun, berkorban, mendidik, mengabdi, membimbing kepada yang lebih baik. Tugas ini tak bolehlah diabaikan dalam berupaya merobah imej dari konfrontatif kepada kooperatif.
Akhirnya dapat dimengerti bahwa kebajikan akan ada pada hubungan yang terang dan transparan, sederhana dan tidak saling curiga. Gila kekuasaan dan berebut kekuasaan, niscaya akan berakhir dengan masyarakat jadi terkoyak-koyak.
Nawaitu hanya bekerja tidak untuk mencari sukses, atau hanya bekerja asal jadi, sudah semestinya dirubah.
Yang mesti ditampilkan adalah amal karya bermutu ditengah percaturan kesejagatan (globalisasi).
Semakin kecil kesalahan yang ada akan semakin besar kemampuan dan keberhasilan dalam menyampaikan risalah dakwah.
Maka tidak dapat ditolak, kemestian menggunakan semua adab-adab Islam untuk menghadapi semua persoalan hidup manusia yang akan menjamin sukses dalam segala hal. Kitapun harus mampu mengetengahkan, formula ukhuwah antar organisasi Islam, supaya dapat berjalan lebih baik dari keadaan yang sekarang.
Khulasahnya adalah memerankan kembali organisasi formal yang andal sebagai alat perjuangan dengan sistem komunikasi dan koor¬dinasi antar organisasi Islam.
Pada pola pembinaan dan kaderisasi pimpinan organisasi non formal secara jelas dalam gerak dakwahnya, harus mengupayakan berperan,
a. menjadi pengikat umat dalam upaya membentuk jamaah yang lebih kuat, se¬hingga merupakan kekuatan sosial yang efektif,
b. media pengembangan dan pemasyarakatan budaya Islami,
c. merupakan media pendidikan dan pembinaan umat untuk mencapai derajat pribadi taqwa, dengan merencanakan dan melaksanakan kegiatan dakwah Islamiyah.
d. Orgganisasi dakwah semestinya menjadi media pengembangan minat mengenai aspek kehidupan tertentu, ekonomi, sosial, budaya, dan politik dalam rangka mengembangkan tujuan kemasyarakatan yang adil dan sejahtera.
e. Maka, tidak dapat tidak mestilah dikembangkan dakwah yang sejuk, dakwah Rasulullah bil ihsan.
a. Dengan prinsip yang jelas dan tidak campur aduk (laa talbisul haq bil bathil).
b. Integrated , menyatu antara pemahaman dunia untuk akhirat, keduanya tidak boleh dipisah-pisah.
c. Belajar kepada sejarah, dan amatlah perlunya gerak dakwah yang terjalin dengan net work (ta’awunik) yang rapi (bin-nidzam), untuk penyadaran kembali (re-awakening) generasi Islam tentang peran Islam membentuk tatanan dunia yang baik. Insya Allah.
Begitulah semestinya peranan lembaga-lembaga dakwah dalam menapak alaf baru.
Satu pertanyaan mestilah kita jawab segera.
Mampukah kita menukilkan sejarah yang lebih indah dan bermakna yang akan diwariskan untuk generasi sesudah kita ???
Kita dituntut untuk menampilkan Gerakan Dakwah yang lebih baik, lebih terpadu dan lebih berkualitas daripada yang telah dibuat dan diwariskan kepada kita oleh para pejuang mujahid dakwah sebelumnya dari barisan shaf para sabiquunal awwalun.
Jawabnya hanya mungkin ujud pada tinginya kesungguhan serta kuatnya prinsip jihad Ila Allah yang tertanam disetiap pribadi pendukung dakwah itu.
Semoga Allah senantiasa melapangkan jalan Nya untuk kita semua. Amin. 


Padang, 29 hb.Agustus 2000.

Catatan Akhir
1. Pada tanggal 31 Agustus sampai dengan 3 September 2000 telah berlangsung satu Seminar Dakwah dan Cabaran Serantau, bersempena (bersamaan) dengan Muktamar Sanawi ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) Ke 29, di Kuala Lumpur Malaysia, dengan mengambil tempat pada Pusat Latihan ABIM, Kajang dan Dewan Al Malik Faishal Pusat Matrikulasi Universitas Islam Antar Bangsa Malaysia (UIAM). Seminar Dakwah yang dihadiri oleh hampir 1000 peserta dari berbagai utusan negeri Serumpun Malaysia, dan bahkan para perutusan perwakilan luar negara diantaranya dari Bosnia Herzeghovina, Thailand, Pilipina, Myanmar, Kamboja, Laos, Singapura dan Indonesia. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengutus Pengurus DDII Sumbar yang dipimpin H. Mas’oed Abidin, H. Masfar Rasyid SH., (Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat) dan Ustadz H.A.R. Najib Adnan Lc., yang adalah para Wakil Ketua Pengurus DDII Sumbar dan Eko Yanche (Wartawan Mimbar Minang). Pokok-pokok pikiran tentang Pengalaman Dakwah Serantau dalam menghadapi Cabaran Dakwah dan Penghayatan Islam ini disampaikan pada Seminar tersebut pada tanggal 1 September 2000 dan dibahas juga dalam Pertemuan Meja Bulat pada 31 Agustus 2000 bertempat di Shah’s Village Hotel Petaling Jaya Kuala Lumpur.

2.‘alaikum anfusakum, laa yadhurrukum man dhalla idzah-tadaitum (QS.5:105), wa man yusyrik billahi fa qad dhalla dhalaalan ba’idan (QS.4:116), fa dzalikumullahu rabbukumul-haqqu, fa madza ba’dal-haqqi illadh-dhalaal ? fa anna tushrafuun (QS.10, Yunus:32).

3. Lihat QS.9:122, supaya mendalami ilmu pengetahuan dan menyampaikan peringatan kepada umat supaya bisa menjaga diri (antisipatif).

4. Q.S 47;7, artinya, '' Jika Kamu Menolong ( Agama ) Allah, Niscaya Dia Akan Meno¬long Kamu. Kemudian,
"Kamu Hanya Akan Dapat Pertolongan Dari Allah Dengan (Menolong) Kaum Yang Lemah Diantara Kamu". (Al-Hadist).
Suatu aturan menuruti Sunnah Rasul adalah, “Dan, Tiap Tiap Kamu Adalah Pemimpin, Dan Tiap Tiap Pemimpin Akan Di Minta Pertanggungan Jawab Atas Pimpinannya" (Al-Hadist). Jadinya, kewajiban kepemimpinan menjadi tanggung jawab setiap orang.

4. QS.53:39-41.
5. QS.12,Yusuf:109.